Milika
kembali memandangi lelaki yang ada di hadapannya setelah sekian lama mata dan
pikirannya entah berada dimana. Ia mulai tersenyum dengan lelaki yang sedari
tadi tak berhenti bercerita dan mencoba
membuatnya tertawa dengan guyonannya yang sebenarnya garing menurutnya. Tak
lama kembali pikirannya meninggalkan lelaki itu, ia mulai asik memperhatikan
mendung yang tak lama kemudian menurunkan hujan. Milika memang gadis yang
menyukai saat dimana hujan turun, menurutnya hujan mampu menutupi kesedihan
hatinya saat ia merindukan seseorang. Di bawah hujan ia mampu dengan lega
menangis saat hatinya tersiksa rindu dengan seseorang, di antara suara hujan
pula ia dapat dengan mudah berteriak memanggil nama orang yang dirindukannya.
Tapi
kali ini Milika tak lagi merindukan seseorang, baginya hujan kali ini sekaligus
membawa kenangan buruk yang telah membuatnya jatuh dan sulit untuk kembali
bangkit. Satu nama yang ada dipikirannya kala itu, Christa. Sudah hampir dua
tahun tak lagi didapatinya kabar tentang Christa, lelaki yang dulu sempat
mengisi hatinya, dalam sangat dalam ia menyimpan nama itu hingga mengeluarkannya
dari hatipun sulit. “Apa kabarnya ya?
Apakah dia bahagia dengan hidupnya yang baru? Semoga..” batin Milika.
Hujan
di luar semakin deras, suara lelaki di depan Milika pun tak lagi terdengar
tertutup derasnya nyanyian hujan sore itu. Kembali angan Milika pergi jauh
meninggalkan lelaki itu dan terbang bersama masa lalunya.
Dua
tahun yang lalu selepas Milika menuntaskan Sekolah Menengah Atasnya ia mulai
mengenal Christa lelaki yang selama ini tak lagi ia dapatkan kabarnya. Christa
yang pertama kali ia kenal dari jejaring social Facebook adalah sepupu dari
teman lamanya di waktu Sekolah Menengah Pertama. Entah siapa yang mulai sejak
perkenalan melalui Facebook yang berujung dengan saling tukar menukar nomor
handphone mereka menjadi dekat dan memutuskan untuk berpacara. Konyol memang
kenal hanya sebatas dunia maya bisa saling jatuh cinta dan menjalin hubungan relationship, Milika kembali membatin.
Christa bukanlah lelaki yang sempurna, bahkan kalo boleh jujur tak ada salah
satu criteria lelaki idaman Milika yang ada di dirinya. Yah, namanya juga cinta
kata orang bukankah cinta itu buta? Mungkin ini yang Milika rasakan kepada
Christa, matanya dibutakan perhatian dan kata manis serta humorisnya lelaki
yang ternyata memiliki keyakinan dan kepercayaan yang berbeda dengan
Milika. Mungkin inilah salah satu
penghambat yang ada selama hubungan mereka berjalan. Awalnya Christa memang
tampak ragu menjalani hunungan ini denga Milika, karena baginya perbedaan ini
tidak akan menemukan titik terang. Apalagi keluarga Christa sangat teguh dengan
Agama mereka.
“Hey,
sudahlah tak usah memikirkan hal itu yang terpenting saat ini aku sayang kamu
dan kamu sayang aku. Aku tak ingin berandai – andai terlalu jauh yang nantinya
akan membuatku sakit lebih awal. Aku bahagia dengan keadaan ini dan aku ingin
menikmatinya sepuas hatiku tanpa harus aku memikirkan sesuatu yang akan
membuatku terjatuh dan sakit” kalimat inilah yang selalu menjadi andalan Milika
di saat Christa mulai lelah menjalani hubungan mereka.
Tetapi
kata – kata itu tak lantas dapat meluluhkan kebimbangan hati Christa. Lambat
laun lelaki itupun mulai menyerah dengan keadaan. Setelah hampir dua bulan
bertahan dengan perbedaan akhirnya mereka pun berpisah dengan alasan yang
dibuat Christa saat itu adalah ‘Aku ini anak laki – laki satu – satunya
dikeluarga ku, apa jadinya keluargaku kelak kalau aku tidak dapat
mempertahankan keyakinan yang mereka berikan sejak lahir padaku?’
Mau
tak mau Milika pun setuju dengan keputusan yang Christa berikan meskipun
berkali – kali ia harus menangis, memohon dan meminta untuk kembali
memperjuangkan hubungan itu.
“Please,
aku nggak bisa tanpa kamu. Aku mulai terbiasa dengan adanya dirimu dihariku”
isaknya kepada Christa.
“Aku
nggak bisa Ndud, aku sulit. Maafkan aku jika aku harus menyakitimu secepat ini,
aku pun sama sepertiku hatiku juga sakit. Aku harus meninggalkan wanita yang
sebenarnya sangat aku cintai” jelas Christa. Ndud adalah panggilan sayangnya
untuk Milika.
“Kalo
kamu cinta aku, kenapa kamu ninggalin aku? Kita bisakan membicarakan ini
kembali? Please percaya sama cinta kita ya. Atau aku ikut kamu aja? Aku bener –
bener nggak siap tanpa kamu. Aku ikut kamu ya? Ijinin aku ikut kamu.” Rengek
Milika kepada Christa kala itu.
Entah
setan apa yang memasuki tubuh Milika saat ia berkata ‘aku ikut kamu ya?’
mungkin cinta lagi – lagi membutakan mata hatinya sampai ia rela meninggalkan
Tuhannya demi lelaki yang sebenarnya belum tentu akan menjadi jodohnya.
“Enggak
Ndud, enggak ada yang pindah. Baik kamu ataupun aku kita tetap pada Tuhan kita
masing – masing. Yang aku kenal sejak lahir hanya Tuhan Yesus dan sampai nafas
ini berhenti posisiNya tak akan berubah. Dia tetap Tuhanku dan aku tak akan
meninggalkanNya karena Dia tak pernah meninggalkan ku Ndud. Maafkan aku,
meskipun kita berpisah percayalah tak mudah untuk mencari pengganti
sepertimu.”
Penjelasan
panjang dari Christa mungkin membuat Milika sedikit mengerti tetapi tetap saja
hati kecilnya tak pernah mengikhlaskan keadaan seperti ini. Dalam hatinya
Milika tak hentinya bertanya dan seakan mulai menyalahkan Tuhan atas situasi
yang sedang dihadapinya kala itu.
‘Tuhan
kenapa kami harus mengenalmu dengan Nama Yang Berbeda? Kenapa kami harus
mengenal-Mu dengan cara yang berbeda? Mengapa Engkau biarkan kami memuja-Mu
dengan cara yang berbeda pula? Kenapa Tuhan? Bukankah Di Ayat Suci-Mu Engkau
pernah Berfirman agar kami tak saling membedakan satu dan yang lainnya, lantas
kenapa Kau membuat perbedaan ini semakin jelas Tuhan? Buat apa Engaku membuat
kami berbeda jika pada dasarnya kami harus mengakui-Mu Satu, Kenapa? Jawab
Tuhan!!! Jangan biarkan aku membenci-Mu karena aku tak juga mendapatkan jawaban
dari pertanyaan ini Tuhan.’
0 komentar:
Posting Komentar